Sulawesi Tenggara memiliki kekayaan laut yang melimpah... keindahan pulau yang mengagumkan,,, dan keberadaan bawah laut yang menawan hati... neh ada beberapa panorama pantai yang ada khususnya di pulau hari sangat dekat dengan Teluk Kendari Ibu kota Sulawei tenggara... mariii jalan2
Search
Sabtu, Maret 19, 2011
Syaikh Bin Baz rahimahullah dan Seorang Pencuri
Salah seorang murid Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menceritakan kisah ini kepadaku (penulis kisah ini-pen). Dia berkata : Pada salah satu kajian Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah di Masjidil Haram, salah seorang murid beliau bertanya tentang sebuah masalah yang didalamnya ada syubhat, serta pendapat dari Syaikh Bin Baz rahimahullah tentang masalah tersebut. maka Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjawab pertanyaan penanya serta memuji Syaikh Bin Baz rahimahullah. Ditengah-tengah mendengar kajian, tiba-tiba ada seorang laki-laki dengan jarak kira-kira 30 orang dari arah sampingku kedua matanya mengalirkan air mata dengan deras, dan suara tangisannya pun keras hingga para murid pun mengetahuinya.
Di saat Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah selesai dari kajian, dan
majelis sudah sepi aku melihat kepada pemuda yang tadi menangis.
Ternyata dia dalam keadaan sedih, dan bersamanya sebuah mushhaf. Aku
pun lebih mendekat hingga kemudian aku bertanya kepadanya setelah
kuucapkan salam: “Bagaiman kabarmu wahai akhi (saudaraku), apa yang
membuatmu menangis ?”
Maka ia menjawab dengan bahasa yang mengharukan, “Jazakallahu
khairan.” Akupun mengulangi sekali lagi, “Apa yang membuatmu menangis
akhi…?”
Dia pun menjawab dengan tekanan suara yang haru, “Tidak apa-apa, sungguh aku telah ingat Syaikh Bin Baz rahimahullah, maka aku pun menangis.”
Kini menjadi jelas bagiku dari penuturannya bahwa dia dari Pakistan, sedang dia mengenakan pakaian orang Saudi.
Dia meneruskan keterangannya: “Dulu aku mempunyai sebuah kisah
bersama Syaikh Bin Baz rahimahullah, yaitu sepuluh tahun yang lalu aku
bekerja sebagai satpam pada salah satu pabrik batu bata di kota Thaif.
Suatu ketika datang sebuah surat dari Pakistan kepadaku yang menyatakan
bahwa ibuku dalam keadaan kritis, yang mengharuskan operasi untuk
penanaman sebuah ginjal. Biaya operasi tersebut membutuhkan tujuh ribu
Riyal Saudi (kurang lebih 17,5 juta Rupiah). Jika tidak segera
dilaksanakan operasi dalam seminggu, bisa jadi dia akan meninggal.
Sedangkan beliau sudah berusia lanjut.
Saat itu, aku tidak memiliki uang selain seribu Riyal, dan aku tidak
mendapati orang yang mau memberi atau meminjami uang. Maka aku pun
meminta kepada perusahaan untuk memberiku pinjaman. Mereka menolak. Aku
menangis sepanjang hari. Dia adalah ibu yang telah merawatku, dan tidak
tidur karena aku.
Pada situasi yang genting tersebut, aku memutuskan untuk mencuri
pada salah satu rumah yang bersebelahan dengan perusahaan pada jam dua
malam. Beberapa saat setelah aku melompati pagar rumah, aku tidak
merasakan apa-apa kecuali para polisi tengah menangkap dan
melemparkanku ke mobil mereka. Setelah itu dunia pun tersa menjadi
gelap.
Tiba-tiba, sebelum shalat subuh para polisi mengembalikanku ke rumah
yang telah kucuri. Mereka memasukkanku ke sebuah ruangan kemudian
pergi. Tiba-tiba ada seorang pemuda yang menghidangkan makanan seraya
berkata, “Makanlah, dengan membaca bismillah !” Aku pun tidak mempercayai yang tengah kualami.
Saat adzan shalat subuh, mereka berkata kepadaku, “Wudhu’lah untuk
shalat!” Saat itu rasa takut masih menyelimutiku. Tiba-tiba datang
seorang lelaki yang sudah lanjut usia dipapah salah seorang pemuda
masuk menemuiku. Kemudian dia memegang tanganku dan mengucapkan salam
kepadaku seraya berkata, “Apakah engkau sudah makan ?” Aku pun, ‘Ya,
sudah.’ Kemudian dia memegang tangan kananku dan membawaku ke masjid
bersamanya. Kami shalat subuh. Setelah itu aku melihat lelaki tua yang
memegang tanganku tadi duduk diatas kursi di bagian depan masjid,
sementara banyak jama’ah shalat dan banyak murid mengitarinya.
Kemudian Syaikh tersebut memulai berbicara menyampaikan sebuah
kajian kepada mereka. Maka aku pun meletakkan tanganku diatas kepalaku
karena malu dan taku.
Ya Allaaah…, apa yang telah kulakukan ? aku telah mencuri di rumah Syaikh Bin Baz ?!
Sebelumya aku telah mendengar nama beliau, dan beliau telah terkenal di negeri kami, Pakistan.
Setelah Syaikh Bin Baz rahimahullah selesai dari kajian, mereka membawaku ke rumah sekali lagi. Syaikh pun memegang tanganku, dan kami sarapan pagi dengan dihadiri oleh banyak pemuda. Syaikh mendudukkanku di sisi beliau. ditengah makan beliau bertanya kepadaku, “Siapakah namamu ?” Kujawab, “Murtadho.”
Sebelumya aku telah mendengar nama beliau, dan beliau telah terkenal di negeri kami, Pakistan.
Setelah Syaikh Bin Baz rahimahullah selesai dari kajian, mereka membawaku ke rumah sekali lagi. Syaikh pun memegang tanganku, dan kami sarapan pagi dengan dihadiri oleh banyak pemuda. Syaikh mendudukkanku di sisi beliau. ditengah makan beliau bertanya kepadaku, “Siapakah namamu ?” Kujawab, “Murtadho.”
Beliau bertanya lagi, “Mengapa engkau mencuri ?” Maka aku ceritakan
kisah ibuku. Beliau berkata, “Baik, kami akan memberimu 9000 (sembilan
ribu) Riyal.” Aku berkata kepada beliau, “Yang dibutuhkan hanya 7000
(tujuh ribu) Riyal.” Beliau menjawab, “Sisanya untukmu, tetapi jangan
lagi mencuri wahai anakku.”
Aku mengambil uang tersebut, dan berterima kasih kepada beliau dan
berdo’a untuk beliau. aku pergi ke Pakistan, lalu melakukan operasi
untuk ibu. Alhamdulillah, beliau sembuh. Lima bulan setelah itu, aku
kembali ke Saudi, dan langsung mencari keberadaan Syaikh Bin Baz
rahimahullah. Aku pergi kerumah beliau. aku mengenali beliau dan beliau
pun mengenaliku. .
Kemudian beliau pun bertanya tentang ibuku. Aku berikan 1500 (seribu lima ratus) Riyal kepada beliau, dan beliau bertanya, “Apa ini ?” Kujawab, “Itu sisanya.” Maka beliau berkata, “Ini untukmu.”
Kemudian beliau pun bertanya tentang ibuku. Aku berikan 1500 (seribu lima ratus) Riyal kepada beliau, dan beliau bertanya, “Apa ini ?” Kujawab, “Itu sisanya.” Maka beliau berkata, “Ini untukmu.”
Ku katakan, “Wahai Syaikh, saya memiliki permohonan kepada anda.”
Maka beliau menjawab, “Apa itu wahai anakku ?” kujawab, “Aku ingin
bekerja pada anda sebagai pembantu atau apa saja, aku berharap dari
anda wahai Syaikh, janganlah menolak permohonan saya, mudah-mudahan
Allah menjaga anda.” Maka beliau menjawab, “Baiklah.” Aku pun bekerja
di rumah Syaikh hingga wafat beliau rahimahullah.
Selang beberapa waktu dari pekerjaanku di rumah Syaikh, salah
seorang pemuda yang mulazamah kepada beliau memberitahuku tentang
kisahku ketika aku melompat kerumah beliau hendak mencuri di rumah
Syaikh. Dia berkata, “Sesungguhnya ketika engkau melompat ke dalam
rumah, Syaikh Bin Baz saat itu sedang shalat malam, dan beliau
mendengar sebuah suara di luar rumah. Maka beliau menekan bel yang
beliau gunakan untuk membangunkan keluarga untuk shalat fardhu saja.
Maka mereka terbangun semua sebelum waktunya. Mereka merasa heran
dengan hal ini. Maka beliau memberi tahu bahwa beliau telah mendengar
sebuah suara. Kemudian mereka memberi tahu salah seorang penjaga
keamanan, lalu dia menghubungi polisi. Mereka datang dengan segera dan
menangkapmu. Tatkala Syaikh mengetahui hal ini, beliau bertanya, ‘Kabar
apa ?’ Mereka menjawab, ‘Seorang pencuri berusaha masuk, mereka sudah
menangkap dan membawa ke kepolisian.’ Maka Syaikh pun berkata sambil
marah, ‘Tidak, tidak, hadirkan dia sekarang dari kepolisian, dia tidak
akan mencuri kecuali dia orang yang membutuhkan’.”
Maka di sinilah kisah tersebut berakhir. Aku katakan kepada pemuda
tersebut, “Sungguh matahari sudah terbit, seluruh umat ini terasa
berat, dan menangisi perpisahan dengan beliau rahimahullah. Berdirilah
sekarang, marilah kita shalat dua rakaat dan berdo’a untuk Syaikh
rahimahullah.” Mudah-mudahan Allah Ta’ala merahmati Syaikh Bin Baz dan
Syaikh Ibnu Utsaimin, dan menempatkan keduanya di keluasan surga-Nya.
Amiin…(penulis kisah ini : Mamduh Farhan al Buhairi).
Kesungguhan Salaf dan Ulama Menghindari Makan Haram
Kesungguhan Salaf dan Ulama Menghindari Makan Haram
Seperti biasanya, Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ’Anhu menyuruh budak laki-lakinya, mengambil uang upah untuk beliau. Saat itu, si budak usai mengambil upah dan Abu Bakar menggunakannya untuk membeli makanan. Setelah semuanya dihabiskan, tak lama kemudian, si budak mengakan,”Anda tahu, apa yang telah Anda makan?” Abu Bakar menjawab,”Apa?”. Si budak mengatakan,”Di masa jahiliyah saya telah melakukan ramalan untuk seseorang, akan tetapi saya menipunya, dan ia mendatangiku dengan memberi sesuatu, yakni barang yang telah Anda makan itu. Mendengar ucapan si budak, Abu Bakar segera memasukkan jarinya ke kerongkongan, hingga beliau memuntahkan seluruh isi perutnya.
Sebagaimana disebutkan Al Bukhari dalam Bab Al Manaqib, Abu Bakar mengatakan,”Celakalah engkau! Hampir saja engkau mencelakakanku! Aku takut kalau dagingku tumbuh karena harta haram ini. Bagaimana bisa aku melakukan hal itu, sedangkan aku telah mendengarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam (SAW) bersabda,”Sesungguhnya daging tidak akan tumbuh dari harta haram, kecuali neraka lebih utama untuknya.”
Bahkan, dari riwayat lain yang dibawakan Abu Nuaim disebutkan, bahwa Abu Bakar mengatakan, ”Kalau seandainya tidak keluar (makanan haram itu), kecuali bersama nyawaku, niscaya akan aku tetap mengeluarkannya.”
Diriwayatkan juga, bahwa Umar bin Al Khathab melakukan hal serupa dengan apa yang telah dilakukan Abu Bakar. Sebagaimana disebutkan Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman, bahwa beliau meminum segelas susu, hingga beliau merasa takjub dengan rasanya, hingga beliau bertanya kepada si pemberi, dari mana ia memperoleh susu itu. Ia menjawab bahwa susu itu diambil dari onta sedekah. Setelah mengetahui demikian, Umar segera memasukkan jarinya ke dalam kerungkongan, supaya apa yang telah ditelannya termuntahkan.
Demikianlah, para sahabat, yang mendapatkan pendidikan langsung dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam (SAW). Mereka memahami, bagaimana bahayanya barang haram untuk dikonsumsi, hingga ketika makanan haram terlanjur masuk ke dalam perut, mereka berusaha untuk mengeluarkannya, walau resikonya adalah kematian!
Rasulullah sendiri, sebagai suri tauladan seluruh umat juga telah memberi contoh, betapa beliau sangat menjaga dari memakan makanan haram. Dalam sebuah hadits dijelaskan, bahwa Rasullah pernah bersabda,“Saat aku pulang ke rumah, kutemui sebutir korma jatuh di atas tempat tidur. Aku memungutnya, dan hendak memakannya. Akan tetapi, aku takut kalau itu adalah korma sedekah, hingga akhirnya, aku melemparnya.” (Riwayat Al Bukhari).
Tabi’in: Makan Tanah Lebih Baik daripada Makanan Haram!
Di masa tabi’in, ada salah seorang yang selalu menjaga dirinya dari makanan haram, beliau tidak lain adalah Fudhail bin Iyadh. Karena sangat takutnya memakan barang haram, Bishr Al Hafi, seorang syeikh zuhud menyebutnya, bahwa bagi tabi’in ini makan tanah lebih baik daripada memasukkan barang haram dalam perutnya, sebagaima disebut Ibnu Hajar dalam Tahdzib At Tahdzib (8/296).
Tidak hanya menghindari barang haram, terhadap barang yang subhat pun para salaf menjaga diri. Al Qasthalani dalam Irsyad As Sari (1/191) menyebutkan bahwa tabi’in Ibrahim bin Adham memilih hidup dalam kelaparan, dengan mengembalikan upah yang telah beliau peroleh, karena beliau ragu apakah telah menunaikan amanah (pekerjaan) yang dipikulkan kepadanya atau tidak.
Pesan Kepada para Pencari Rezeki
Para istri yang hidup di tiga zaman (sahabat, tabi’in dan atba’ tabi’in) mempunyai tradisi tersendiri, jika para suami mereka hendak keluar mencari rezeki, dengan mengucapkan,”Takutlah kepada Allah terhadap kami dan janganlah memberi makan kami dari barang haram, sesungguhnya kami masih bisa sabar terhadap kelaparan, akan tetapi kami tidak akan tahan terhadap siksa neraka.” Sebagaimana disebutkan Al Ghazali dalam Al Ihya, di akhir Bab Nikah.
Ibnu Sirin, seorang tabi’in senior, jika melepas kepergian seseorang dia mengatakan, “Takutlah kepada Allah, dan carilah rezeki halal yang telah ditetapkan kepadamu. Jika engkau mengambilnya dari sesuatu yang haram, maka itu tidak akan menambah jumlah rezeki yang telah ditetapkan Allah kepadamu.” Segaimana disebutkan dalam At Thabaqat Al Kubra (7/201).
Para Ulama Mengikuti Jejak Generasi Terdahulu (Salaf)
Demikian, para generasi awal dalam membentengi diri dari bahan dan makanan haram. Para ulama dan orang-orang shalih generasi setelahnya pun mengikuti jejak mereka.
Adalah Al Muhasibi, ulama zuhud yang wafat pada tahun 243 H, yang sejak kecil sudah menjaga agar jangan sampai makanan haram atau subhat masuk ke dalam perutnya. Disebutkan dalam Al Anba Nujaba’ Al Abna (hal.148) ulama yang memiliki nama panjang Abu Abdullah Al Harits bin Asad Al Muhasibi Al Bashri ini, pada waktu masih berusia kanak-kanak pernah berjalan melalaui sekelompok anak-anak yang sedang bermain di depan pintu penjual kurma, ia perhatikan anak-anak itu bermain. Tidak lama kemudian, pemilik rumah keluar dengan membawa beberapa butir kurma, dangan mengatakan kepada Harits,”Makanlah kurma ini.”
Harits tidak langsung mengiyakan, akan tetapi ia malah bertanya, ”Dari mana asal kurma ini?”. Si penjual kurma menjawab,” Aku baru saja menjualnya kepada seseorang, lalu berjatuhanlah kurma yang telah ia beli.” Harits kembali bertanya,”Apakah engkau mengetahuinya?” Si penjual itu kembali menjawab,”Iya.”
Setelah mendengar jawaban itu, Harits segera pergi menuju sekumpulan anak-anak yang sedang bermain, dan bertanya,”Apakah orang ini Muslim?” Mereka menjawab,”Iya.” Memperoleh jawaban demikian, Harits pergi menjauh meninggalkan si pembeli itu.
Si penjual kurma mengikutinya, sampai akhirnya ia menahan Harits.”Jangan pergi, sebelum engkau menjelaskan, kenapa engkau berbuat demikian?” Harits menjawab, “Wahai syeikh, carilah pembeli kurma tadi, dan serahkan barang yang telah ia beli, sebagaimana engkau membutuhkan air, di saat engkau menderita kehausan yang amat sangat. Wahai syeikh, anda telah memberi makan kepada anak-anak Muslim dengan barang haram, padahal engkau Muslim?!” Si penjual akhirnya mengatakan,”Demi Allah, aku tidak akan berdagang hanya untuk mencari dunia selamanya.”
Adapula ulama Madzhab Hambali yang bernama Ibnu Hamid Al Waraq. Waktu melakukan perjalanan haji tahun 402 hijriah, beliau kehabisan perbekalan di tengah perjalanan. Tidak ada makanan dan minuman yang tersisa, hingga beliau tak mampu melakukan perjalanan, dan terjatuh. Seorang laki-laki mendatangi beliau dengan membawa sedikit air, dan beliau saat itu hanya bisa bersandar pada sebuah batu dalam keadaan hampir “sekarat”.
Ibnu Hamid, dalam keadaan yang amat payah bertanya kepada si pembawa air, “Dari mana air itu diperoleh? Dan bagaimana cara mendapatkannya?” Si pembawa air terkejut, dan menjawab, “Dalam keadaan seperti ini engkau masih bertanya masalah itu?” Akhirnya ulama yang sudah sepuh itu mengatakan,”Justru inilah waktunya, saat bertemu kepada Allah, saya memerlukan jawaban, dimana ia berasal?”
Akhirnya, Ibnu Hamid Al Warraq wafat saat beliau pulang dari haji tahun 403 hijriah, satu tahun setelah peristiwa tersebut. Kisah ini disebutkan dalam Thabaqat Al Hanabilah (2/177), oleh Qadhi Ibnu Abi Ya’la.
Al Qasthalani, Irsyad As Sari (1/191) juga menyebutkan kisah mengenai Sayidah Badi’ah Al Ijiyah, yang hidup di masa beliau (abad ke 10 hijriah) yang tinggal di Makkah. Saat itu, sudah 30 tahun beliau menghindari makan buah-buahan dan daging yang berasal dari wilayah Bajilah, karena mendengar kabar bahwa penduduk wilayah itu tidak memberikan warisan kepada anak-anak perempuan. Beliau takut, jangan-jangan hewan dan buah-buahan itu termasuk hak para anak perempuan, yang tidak diberikan. Dikabarkan juga, bahwa ayah beliau Nuruddin tidak memakan buah-buahan yang dihasilkan oleh kebun-kebun di Madinah, setelah mendapat kabar bahwa para pemiliknya enggan mengeluarkan zakat bagi kebun-kebun mereka.
Disbutkan dalam Tarikh Baghdad (5/15) bahwa saat itu, Muhammad bin Sa’id, seorang ulama zuhud yang memiliki julukan Uqdah. Saat itu beberapa dinar jatuh dari ulama ini persis di gerbang rumah Abu Dar Al Khazzar. Untuk mencarinya, beliau mengajak seoarang pengayak tepung. Akhirnya, beliau menemukannya, akan tetapi saat itu hatinya berkata,”Apakah di dunia ini hanya ada dinarmu saja?”. Hingga akhirnya Uqdah meninggalkannya dan berkata kepada si pengayak,”Itu adalah tanggunganmu.”
Imam An Nawawi menyebutkan dalam Tahdzib Al Asma wa Al Lughat (2/173) mengenai kahati-hatian Imam As Syairazi, yang hidup miskin dan papa. Suatu saat beliau singgah di sebuah masjid untuk memakan sesuatu. Akan tetapi setelah meninggalkan masjid, beliau teringat bahwa uang satu dinar miliknya tertinggal. Akhirnya beliau kembali dan mendapati uang dinar itu berada di tempatnya, akan tetapi uang itu dibiarkan saja dan beliau meninggalkannya sambil berkata,”Mungkin uang dinar ini jatuh dari orang lain, dan bukan dinarku.”
Imam Abu Hanifah, sebagaimana disebutkan Ar Quraifish dalam Ar Raudh Al Faiq (hal. 215) bahwa Abu Hanifah menahan diri tidak memakan daging kambing, setelah mendengar bahwa bahwa ada seekor kambing dicuri. Hal itu dilakukan beliau beberapa tahun, sesuai dengan usia kehidupan kambing pada umumnya.
Imam An Nawawi, sebagaimana disebutkan dalam biografi beliau yang berjudul Al Minhaj As Sawi, oleh Imam Suyuthi, adalah ulama yang ama berhati-hati terhadap makanan. Saat itu beliau enggan mengkonsumsi buah-buahan dari Damaskus, dengan alasan bahwa banyak tanah waqaf dan tanah yang dihajr (ditahan oleh hakim guna kemaslahatan). Dan dari ribuan bidang tanah hanya, hanya satu saja yang boleh digunakan secara syar’i. “Bagaimana hati saya bisa tenang (memakan buah-buahan)?” Jawab beliau, setelah menjelaskan alasan, mengapa beliau menghindari memakan buah dari Damaskus.
Demikian, usaha para salaf dan ulama agar terhindar dari makanan dan harta haram serta subhat, karena jika hal-hal yang diharamkan Allah sampai masuk ke dalam tubuh dan tumbuh menjadi daging, maka bisa berakibat amat fatal. Oleh sebab itu, kesengsaraan bahkan kematian lebih mereka cintai daripada harus mengkonsumsi makanan haram.
Jalan2 dan Nikmati Warung makan apa aja yang ada di kendari
Aneka bakso Di Kota kendari.... Guriiihhhh
Pangsit bakso tenes, Jalan samudera lapulu, Abeli,, Depan jalan kok samping SMP 14 Kendari, Rp. 12.000 |
katanya seh bakso pangsit terenak,,, tuh di depan wara Rp. 14.000 |
Bakso Biasa Jl samudera dekat SMP 14 Kendari, Rp. 8000 |
Bakso Urat Amanda pakai Kuah coto , Rp. 11000 |
Bakso Monas, Di Andonohu samping lorong SMIK... Rp. 10000 |
Bakso Kepala Sapi |
Bakso Campur Tirtonadi |
Bakso Tenes Tirtonadi... di KB |
Aneka ayam Goreng Lalapan
Jombang 1 Rp 14.000 |
Jombang 2 Rp. 14.000 |
Aneka Pisang Ijo
Pisang Ijo pelabuhan Kota Rp. 5000 |
Pisang Ijo Amanda Rp. 8000 |
Makanan lain
Sate ayam Madura Rp 13.000 |
Sate Andonohu Rp. 15.000 |
Nasi Goreng Solo Rp 13.000 |
Nasgor Thailand Titi46 Rp.25.000 |
Dirumahku Bersama keluarga ana bahagia
"Rumah adalah tempat dimana ana sering marah tapi tempat ana paling merasa disayangi"
Sejak kecil ana merasakan kasih sayang orang tua hingga sekarang yang tak pernah habis. bersama 3 saudara lainnya ana hidup dengan kesederhanaan. Diajari hidup disiplin, mau menerima, membantu sesama dan rajin belajar. sungguh bahagia bersama keluargaku dirumahku. tak mewah tapi sungguh memuaskan hati.
Rumah tua inilah warisan kakek untuk ayahku dan saudara-saudaranya yang kini ana tinggali.
saudara ayahku ada sepuluh, dua telah meninggal dunia semoga mereka diterima dirahmati Allah, dan 8 lainnya telah menikah dan membangun rumah sendiri, jadi rumah ini tinggallah ayahku dan seorang amah (kakak ayakku).
Ibuku aku dan 3 saudaraku masih tinggal dirumah ini, lumayan ukurannya 25 m x 13 m, cukuplah untuk ditinggali kami yang banyak ini....
Walhamdulillah disinilah ana tumbuh besar sejak tahun 1985.
Menuntut Ilmu adalah Ibadah yang Agung
Di antara ibadah yang agung dan utama adalah menuntut ilmu syar'i. Adapun ilmu syar'i adalah firman-firman Allah dan sabda-sabda Rasul-Nya.
Sesungguhnya menuntut ilmu merupakan di antara amalan pendekatan diri kepada Allah yang paling utama yang seorang hamba dapat mendekatkan diri dengan amalan tersebut kepada Rabbnya, dan termasuk ketaatan yang paling baik yang akan mengangkat kedudukan seorang muslim dan meninggikan derajatnya di sisi Allah Ta'ala.
Dan sungguh Allah telah memerintahkan hamba-hamba-Nya agar berilmu dan belajar, tafakkur (memikirkan ayat-ayat-Nya yang syar'iyyah yaitu Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah dan ayat-ayat-Nya yang kauniyyah yaitu alam semesta ini), tadabbur (memikirkan akibat-akibat dari amalan-amalan yang dikerjakannya); dan memperingatkan dari kebodohan dan mengikuti hawa nafsu; serta menerangkan bahwasanya ilmu yang akan memberikan manfaat bagi pemiliknya pada hari kiamat adalah ilmu yang seorang hamba mengikhlashkan padanya untuk penolongnya yaitu Allah; dan dia mengharap untuk mendapatkan ridha-Nya di dalam menuntut ilmu tersebut, serta beradab dengan adab Islam dan berakhlak dengan akhlaknya pemimpin manusia yaitu Rasulullah yang akhlaknya adalah Al-Qur`an.
Pentingnya Adab dalam Menuntut Ilmu
Oleh karena itulah, perhatian Rasulullah dalam mengajarkan adab kepada para shahabatnya tidaklah mengurangi perhatian beliau dalam mengajarkan ilmu kepada mereka, demikian juga perhatian beliau dalam mendidik dan mensucikan / membersihkan jiwa-jiwa mereka tidaklah mengurangi perhatian beliau dalam menjelaskan dan menerangkan hukum-hukum Islam kepada mereka.
Maka bisa disimpulkan bahwa ilmu tanpa disertai adab tidak akan bermanfaat dan ilmu yang tidak disertai dengan jiwa yang bersih dan suci sungguh akan menghujat pemiliknya pada hari kiamat, pada hari tidak akan bermanfaat harta maupun anak-anak kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat / lurus.
Dan dari sini muncullah perhatiannya Salafush shalih dengan mendidik para penuntut ilmu dan membersihkan jiwa-jiwa mereka serta mengobati penyakit-penyakit hati mereka, sehingga mereka (salafush shalih) memberikan adab kepada para penuntut ilmu sebelum memberikan ilmu itu sendiri, dan mengawasi keadaan-keadaan mereka layaknya seorang dokter yang mengobati pasien, maka dia akan mencari seluruh obat yang bermanfaat untuk pasiennya tersebut sampai dia bangkit dari kelemahannya dan sembuh dari sakitnya.
Dan tidaklah mengherankan apabila kita mendapatkan berpuluh-puluh tulisan yang telah ditulis oleh para ulama yang mulia ini yang membicarakan akhlak-akhlak seorang penuntut ilmu dan adab-adabnya, serta metode mendidik para pelajar dan memberikan adab kepada mereka, sehingga keluarlah melalui tangan-tangan mereka generasi-generasi yang diberkahi yang membawa ilmu yang disertai dengan pengamalan dan penerapan adab-adabnya, di mana mereka menerapkan ilmu tersebut dengan sebaik-baiknya, sehingga terbentuklah masa depan Islam yang dianggap sebagai kebanggaan ummat, dan semakin jelaslah kewibawaan para ulama dan kedudukan mereka, melebihi kedudukan para penguasa, dan jadilah kemuliaan ilmu dan ulama sebagai sifat yang jelas dan nampak di tengah-tengah masyarakat muslimin.
Langganan:
Postingan (Atom)