Jin memiliki jasad dengan berbagai bentuk. Dalam hadits Abu
Tsa'labah radiyallohu anhu, yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani
(22/214-215) No. 573, Al Baihaqi dalam "Al Asma wa Ash Shifat" (827),
Al Hakim (2/456) dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah
dalam ta'liqnya terhadap Kitab "Al Misykaat" (4148) dan Syaikh Kami Al
Wadi'i Rahimahullah dalam "Ash Shahiih Al Musnad Mimma Laisa Fii Ash
Shahihain" (1213) bahwa Rasulullah Shallollohu ‘alaihi wasallam,
bersabda :
الْجِنُّ عَلَى ثَلاثَةِ أَصْنَافٍ:
صِنْفٌ لَهُمْ أَجْنِحَةٌ يَطِيرُونَ فِي الْهَوَاءِ، وَصِنْفٌ حَيَّاتٌ،
وَصِنْفٌ يَحِلُّونَ وَيَظْعَنُونَ.
" Jin
terdiri dari tiga kelompok; satu kelompok memiliki sayap dan mereka
terbang di udara, satu kelompok berbentuk ular dan satu kelompok tidak
menetap dan berpindah-pindah."
Hadits ini
merupakan dalil bahwa jin memiliki jasad dan tidak mungkin dipahami
dari lafazh "satu kelompok memiliki sayap dan terbang di udara" bahwa
jin tidak memiliki jasad karena sayap itu berjasad dan tidak mungkin
sayap itu ada kecuali pada yang berjasad. Para malaikat pun memiliki
sayap. Ada yang memiliki 2, 3, atau 4 sayap dan terbang ke langit yang
tinggi dan dia memiliki jasad. Demikian pula Al Qur'an Al Karim
menunjukkan bahwa jin yang terbang itu berjasad. Rabb kami berfirman
mengabarkan tentang apa yang dikatakan oleh Ifrith kepada Sulaiman
‘alaihissalam
قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ
"Berkata
Ifrith dari kalangan jin bahwa saya akan mendatangimu dengannya (dengan
membawa singgasana Ratu Saba) sebelum engkau bangkit dari tempat
dudukmu dan sesungguhnya saya kuat lagi terpercaya." (QS. An Naml : 39).
Kalau
Ifrith itu tidak memiliki jasad, maka dia tidak akan mampu untuk
memikul apa yang dibawa dan tidak mampu pula untuk menjaganya. Demikian
pula jin yang terbang di udara diciptakan dalam keadaan memiliki jasad
yang sebenarnya berjalan di muka bumi. Jika mereka ingin terbang, maka
mereka berubah bentuk lebih dahulu, kemudian terbanglah mereka. Adapun
jin dan setan yang masuk ke dalam tubuh manusia untuk memberikan waswas
dan yang lainnya, mereka berubah bentuk seperti udara. Perkara ini
sudah diketahui dan merupakan dalil bahwa mereka berjasad.
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa jin itu memiliki jasad dan orang yang
berpendapat bahwa mereka seperti udara, tidak memiliki dalil dari Al
Kitab dan As Sunnah. Dalil terkuat yang mereka jadikan sebagai hujjah
adalah riwayat yang datang dari Wahb bin Munabbih sebagaimana yang
disebutkan oleh Asy Syibly dalam kitab "Aakaamu Al Mirjaan fii Ahkaami
Al Jaan" (31) bahwa dia berkata : " Jin itu berjenis-jenis dan jenis
jin yang asli adalah angin, mereka tidak makan, tidak minum dan tidak
berketurunan. Diantara mereka ada jenis yang makan, minum, berketurunan
dan menikah seperti As Sialy, Al Ghuul, Al Qathrub dan yang semisalnya".
Jika
riwayat tersebut shahih, maka sudah diketahui bahwa Wahb adalah seorang
ahli sejarah dan dia menukilkan dari kitab ahli kitab, sedangkan kitab
ahli kitab itu penuh dengan perubahan dan pengkaburan (antara yang haq
dan yang batil, pen).
Sebagian mereka berdalil bahwa jin itu seperti udara yaitu angin, dengan sabda Rasulullah Shallollohu ‘alaihi wasallam :
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ
"Sesungguhnya setan berjalan dalam tubuh manusia di tempat peredaran darah".
(HR. Al Bukhari (6219) dan Muslim (2175) dari hadits Shafiyyah Radhiyallahu 'anha).
Hadits
ini bukan merupakan dalil bagi orang yang berpendapat demikian karena
mereka berjalan di tempat peredaran darah, bukan karena pada asalnya
mereka adalah udara. Akan tetapi, Allah Subhaanahu wata’ala, memberikan
kemampuan kepada mereka untuk berubah bentuk. Oleh karena itu, pendapat
yang mengatakan bahwa jin itu angin dan tidak berjasad, batil dan
sangat jelas kebatilannya karena bertentangan dan bertabrakan dengan
dalil-dalil yang banyak dari Al Qur'an dan As Sunnah yang shahih dan
telah diketahui secara pasti dari Islam, ijma, akal dan kenyataan yang
kita saksikan.
Berikut ini akan saya sebutkan dalil-dalil secara global :
1. Jin itu makan dan minum
2. Jin menikah dan berketurunan
3. Jin berbentuk dan berubah bentuk menjadi bentuk manusia dan hewan
4.
Jin melakukan berbagai jenis pekerjaan seperti bangunan dan
pekerjaan-pekerjaan lain seperti mengangkat beban berat dan yang lainnya
5. Jin merasakan berbagai keadaan seperti sakit, takut, kuat, lemah, hidup, mati dan yang lainnya
6. Jin dilihat oleh sebagian makhluk seperti keledai. Rasulullah Shallollohu ‘alaihi wasallam, bersabda :
إذا سمعتم نهيق الحمار فتعوذوا بالله من الشيطان فإنه رأى شيطانا
"Jika
kalian mendengar ringkikan keledai, maka mintalah perlindungan kepada
Allah dari setan karena sesungguhnya dia melihat setan." (HR. Al Bukhari : 3303 dan Muslim : 2729).
7.
Ketika jin itu mampu untuk berubah bentuk menjadi bentuk manusia, maka
dia mampu menyakiti manusia baik dengan memukulnya, membunuhnya maupun
mencegahnya untuk bergerak dan yang lainnya.
Pada pasal ini kami
telah memaparkan dalil-dalil dari para ulama dalam berbagai tulisan
yang khusus membahas tentang jin dan setan seperti kitab " Aakaamu Al
Mirjaan fi Ahkaami Al Jaan" karya Asy Syibly dan "Luqat Al Mirjaan fi
Ahkaami Al Jaan" karya As Suyuthi dan yang lainnya.
Orang-orang
yang berpendapat bahwa jin itu berbentuk angin menganggap bahwa jin itu
masuk ke dalam tubuh manusia dan berjalan di tempat peredaran darahnya,
sehingga mereka menyangka bahwa mereka itu angin. Padahal tidak
demikian, karena bisa diambil faedah dari " berjalannya mereka pada
tempat peredaran darah manusia" bahwa Allah Subhaanahu wata’ala,
memberikan kemampuan kepada mereka untuk berubah bentuk sehingga mereka
menjadi udara karena jin yang masuk ke dalam tubuh manusia mampu untuk
membesarkan diri dalam tubuh manusia sampai dia mampu menguasai seluruh
badan manusia.
Berdasarkan penjelasan ini, maka jelaslah bagi pembaca bahwa kita tidak mungkin mengingkari bahwa jin itu memiliki jasad.
Diterjemah Oleh : Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi Hafizhahulloh
Dari Kitab : Ahkaamul Ta’ammul Ma’aal Jin wa aa’daaburroqo’ Asy Syar’iyyah
(Hukum Berinteraksi Dengan JIN dan Adab-Adab Ruqyah yang Syar’i)
Sumber : Pustaka Ats Tsabat Balikpapan